I.PENGERTIAN ETIKA
Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupa¬kan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghin¬dari hal-hal tindakan yang buruk.Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.
Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika) (id.wikipedia.org).
Istilah lain yang iden¬tik dengan etika, yaitu:
• Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su).
• Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak.
Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelas¬kan tentang pembahasan Etika, sebagai berikut:
• Terminius Techicus, Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia.
• Manner dan Custom, Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.
Pengertian dan definisi Etika dari para filsuf atau ahli berbeda dalam pokok perhatiannya; antara lain:
1. Merupakan prinsip-prinsip moral yang termasuk ilmu tentang kebaikan dan sifat dari hak (The principles of morality, including the science of good and the nature of the right)
2. Pedoman perilaku, yang diakui berkaitan dengan memperhatikan bagian utama dari kegiatan manusia. (The rules of conduct, recognize in respect to a particular class of human actions)
3. Ilmu watak manusia yang ideal, dan prinsip-prinsip moral seba¬gai individual. (The science of human character in its ideal state, and moral principles as of an individual)
4. Merupakan ilmu mengenai suatu kewajiban (The science of duty)
Analisis Arti Etika
Untuk menganalisis arti-arti etika, dibedakan menjadi dua jenis etika (Bertens, 2000):
1. Etika sebagai Praktis
1. Nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh dipraktekkan atau justru tidak dipraktekkan walaupun seharusnya dipraktekkan.
2. Apa yang dilakukan sejauh sesuai atau tidak sesuai dengan nilai dan norma moral.
2. Etika sebagai Refleksi
1. Pemikiran moral à berpikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
2. Berbicara tentang etika sebagai praksis atau mengambil praksis etis sebagai objeknya.
3. Menyoroti dan menilai baik buruknya perilaku orang.
4. Dapat dijalankan pada taraf populer maupun ilmiah.
MACAM ETIKA
Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan buruknya prilaku manusia :
1. ETIKA DESKRIPTIF, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.
2. ETIKA NORMATIF, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Etika secara umum dapat dibagi menjadi :
1. ETIKA UMUM, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat di analogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori.
2. ETIKA KHUSUS, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana saya mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan, yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan itu dapat juga berwujud : Bagaimana saya menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis : cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau tidanakn, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada dibaliknya.
Etika khusus dibagi lagi menjadi dua bagian :
a. Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
b. Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia.
Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu sama lain dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan sebagai anggota umat manusia saling berkaitan. Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung maupun secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis terhadpa pandangan-pandangana dunia dan idiologi-idiologi maupun tanggung jawab umat manusia terhadap lingkungan hidup.
Dengan demikian luasnya lingkup dari etika sosial, maka etika sosial ini terbagi atau terpecah menjadi banyak bagian atau bidang. Dan pembahasan bidang yang paling aktual saat ini adalah sebagai berikut :
1. Sikap terhadap sesama
2. Etika keluarga
3. Etika profesi
4. Etika politik
5. Etika lingkungan
6. Etika idiologi
Etika Profesi Dalam Fisioterapi
Obyek etika adl manusia
Obyek formalnya adl tindakan manusia yg disengaja kepada manusia lain (klain).
Muncullah hak dan kewajiban keadilan terhadap :
- Orang lain
- Orang lain dlm masyarakat
- Tuhan
- Diri sendiri
- Kewajiban dituangkan sbg etika agar tindakan fisioterapi tidak melanggar hak-hak klain yg ditangani
Asas-asas etika profesi
- Melaksanakan kewajiban dgn dasar itikad yg baik dgn kesadaran pengabdian.
- Wajib menghormati martabat kemanusian dan pribadinya.
- Menghormati perasaan setiap orang (menyimpan rahasia) menghormati prestasi dll.
- Menyumbangkan ide-ide, konsep-konsep dan karya ilmiah demi kemajuan bidang kewajibannya.
- Menerima haknya semata-mata sebagai suatu kewajiban dan bukan karena pamrih pribadi.
Dua prinsip etika profesi luhur
- Mendahulukan kepentingan pasien/klain
- Mengabdi pd tuntutan luhur profesi
- Nilai-nilai manusia :
- Nilai-nilai ekonomi
- Nilai-nilai kejasmanian
- Nilai-nilai hiburan
- Nilai-nilai Watak
- Nilai-nilai estetika
- Nilai-nilai intelektual
- Nilai-nilai keagamaan
Etika profesi Luhur
Dr. B. Kieser :
1. Mendahulukan kepentingan pasien
2. Mengabdi kepada tuntutan luhur profesi
Moralitas Profesi Luhur
1. Berani berbuat dan bertekat
2. Kesadaran berkewajiban
3. Idealisme
Hak = memiliki ada 2 :
1. Hak Positif Orang lain harus berbuat sesuatu untuk saya
2. Hak Negatif Saya bebas melakukan sesuatu
Kewajiban
1. Kewajiban sempurna Kewajiban yg terkait dgn hak orang lain.
2. Kewajiban tak sempurna Kewajiban tak terkait dgn hak orang lain.
Keutamaan : Disposisi watak yg telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral (kasih sayang, murah hati)
Manusia yg baik secara pribadi
1. Suatu Kecenderungan tetap
2. Berkaitan dengan kehendak
3. Diperoleh melalui jaln membiasakan diri atau hasil latihan keutamaan tidak sama dengan keterampilan.
Obyek formal Fisioterapi
Tindakan yg dilakukan dengan sengaja. TindakannFisioterapis yg dinilai etis tidak etis sehingga muncul kode etik sebagai pedoman tingkah laku fisio.Mengapa timbuk kode etik ? Karena tenaga profesional ini melayani/berhubungan dgn manusia/ pelayanan yg diberikan ini dinilai : Orang yg dilayani, Orang seprofesi, dan orang lain profesi. Baik alam hal adat istiadat, sikap, kepribadian, budi pekerti.
Kegunaan kode etik :
1. Bagi perorangan agar terhindar dr penyimpangan selama menjalankan tugas.
2. Bagi Profesi Anggota bermutu atau berkembang
3. Bagi masyarakat Masyarakat aman (perlindungan secara tidak langsung).
Etika dan Etiket dalam Fisioterapi
o Persamaan etika dan etiket adalah :
1. Etika dan etiket menyangkut prilaku manusia
2. Mengatur prilaku manusia secara normatif
o Perbedaan etika dan etiket :
1. Etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan manusia, atau menunjukkan cara yang tepat. Etika tidak terbatas pada cara dilakukannya tetapi memberikan norma tentang perbuatan itu sendiri apa suatu perbuatan boleh dilakukan ya atau tidak.
2.Etiket hanya berlaku dalam pergaulan sedangkan etika selalu berlaku tidak tergantung pada hadir tidaknya orang.
3. Etiket bersifat relatif yang dianggap tidak sopan dalam suatu kebudayaan bisa saja sopan dalam kebudayan yang lain. Etika jauh lebih absolut jangan mencuri, jangan berbohon dll merupakan prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar.
4. Etiket hanya memandang manusia dari segi lahiriah saja, sedangkan etika menyangkut manusia dari segi dalam . Bisa saja orang tampil sebagai musan berbulu ayam dari luar sangat sopan dan halus tetapi didalam penuh kebusukan. Tidak merupakan kontradiksi jika seorang selalu berpegang pada etiket dan sekaligus bersifat munafik. Tetapi orang yang etis sifatnya tidak mungkin bersifat munafik.
Ada empat alasan mengapa etika pada zaman ini diperlukan yaitu :
1. Kita hidup dalam masyarakat yang semakin pluralistik juga dalam bidang moralitas, setiap hari kita bertemu orang dari suku, daerah, agama yang berbeda-beda. Kesatuan tatanan normatif sudah tidak ada lagi, kita berhadapan dengan sekian banyak pandangan moral yang sering saling bertentangan dan semua mengajukan klaim mereka kepada kita, mana yang harus kita ikuti ?.
2. Kita hidup dalam masa transformasi masyarakat yang tanpa tanding, perubahan itu terjadi dibawah hantaman kekuatan yang mengenai semua segi kehidupan kita yaitu gelombang modernisasi. Dalam situasi ini etika mau membantu agar kita jangan kehilangan orientasi, dapat membedakan antara apa yang hakiki dan apa yang boleh saja berubah dan dengan demikian tetap sanggup untuk mengambil sikap-sikap yang dapt kita pertanggung jawabkan.
3. Proses perubahan sosial budaya dan moral yang kita alami ini dipergunakan oleh berbagai pihak untuk memancing dalam air keruh. Mereka menawarkan ideologi-ideologi mereka sebagai obat penyelamat. Etika membuat kita sanggup untuk menghadapi ideologi-ideologi itu dengan kritis dan obyektif dan untuk membentuk penilaian sendiri agar kita tidak terlalu mudah terpancing. Etika juga membantu agar kita jangan naif dan extrim, kita jangan cepat-cepat memeluk segala pandangan yang baru tetapi jangan menolak nilai-nilai hanya karena baru dan belum biasa.
4. Diperlukan oleh kaum agama yang disatu pihak menemukan dasar kemantapan mereka dalam iman kepercayaan mereka, dilain pihak sekaligus mau berpartisipasi tanpa takut-takut dan dengan tidak menutup diri dalam semua dimensi kehidupan masyarakat yang sedang berubah itu.
Dari penjelasan diatas maka kegunaan etika adalah :
1. Sebagai pegangan dalam menghadapi pergolakan moral.
2. Mampu membedakan antara apa yang hakiki dan apa yang boleh saja berubah.
3. Mampu menghadapi ideologi-ideologi dengan kritis dan obyektif.
4. Oleh kaum agama menemukan dasar kemantapan keimanan dan kepercayaan mereka serta tidak menutup diri dalam perubahan dimensi masyarakat.
Dengan demikian Tujuan Etika adalah :
1. Mengetahui dan menyadari bagaimana seharusnya seseorang berprilaku dan bertindak.
2. Dapat melaksanakan dan mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari apa yang diyakini akan hal-hal yang baik dan menghindari hal-hal yang buruk sehingga tercapai kedamaian dalam kehidupan.
Norma dan Kaidah
Di dalam kehidupan sehari-hari sering dikenal dengan istilah nor¬ma-norma atau kaidah, yaitu biasanya suatu nilai yang mengatur dan memberikan pedoman atau patokan tertentu bagi setiap orang atau masyarakat untuk bersikap tindak, dan berperilaku sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah disepakati bersama. Patokan atau pedoman tersebut sebagai norma (norm) atau kaidah yang merupa¬kan standar yang harus ditaati atau dipatuhi (Soekanto: 1989:7).
Kehidupan masyarakat terdapat berbagai golongan dan aliran yang beraneka ragam, masing-masing mempunyai kepentingan sendiri, akan tetapi kepentingan bersama itu mengharuskan adanya ketertiban dan keamanan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk peraturan yang disepakati bersama, yang mengatur tingkah laku dalam masyarakat, yang disebut peraturan hidup.Untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan kehidupan de¬ngan aman, tertib dan damai tanpa gangguan tersebut, maka diperlu¬kan suatu tata (orde=ordnung), dan tata itu diwujudkan dalam “aturan main” yang menjadi pedoman bagi segala pergaulan kehidupan sehari-hari, sehingga kepentingan masing-masing anggota masyarakat terpelihara dan terjamin. Setiap anggota masyarakat mengetahui “hak dan kewajibannya masing-masing sesuai dengan tata peraturan”, dan tata itu lazim disebut “kaedah” (bahasa Arab), dan “norma” (bahasa Latin) atau ukuran-ukuran yang menjadi pedoman, norma-norma tersebut mempunyai dua macam menurut isinya, yaitu:
1. Perintah, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk ber¬buat sesuatu oleh karena akibatnya dipandang baik.
2. Larangan, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena akibatnya dipandang tidak baik.Artinya norma adalah untuk memberikan petunjuk kepada ma¬nusia bagaimana seseorang hams bertindak dalam masyarakat serta perbuatan-perbuatan mana yang harus dijalankannya, dan perbuatan-perbuatan mana yang harus dihindari (Kansil, 1989:81).
Norma-norma itu dapat dipertahankan melalui sanksi-sanksi, yaitu berupa ancaman hukuman terhadap siapa yang telah melanggarnya. Tetapi dalam ke¬hidupan masyarakat yang terikat oleh peraturan hidup yang disebut norma, tanpa atau dikenakan sanksi atas pelanggaran, bila seseorang melanggar suatu norma, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan tingkat dan sifatnya suatu pelanggaran yang terjadi, misalnya sebagai berikut:
• Semestinya tahu aturan tidak akan berbicara sambil menghisap rokok di hadapan tamu atau orang yang dihormatinya, dan sanksinya hanya berupa celaan karena dianggap tidak sopan walaupun merokok itu tidak dilarang.Seseorang tamu yang hendak pulang, menurut tata krama harus diantar sampai di muka pintu rumah atau kantor, bila tidak maka sanksinya hanya berupa celaan karena dianggap sombong dan tidak menghormati tamunya.
• Mengangkat gagang telepon setelah di ujung bunyi ke tiga kalinya serta mengucapkan salam, dan jika mengangkat telepon sedang berdering dengan kasar, maka sanksinya dianggap “intrupsi” ada¬lah menunjukkan ketidaksenangan yang tidak sopan dan tidak menghormati si penelepon atau orang yang ada disekitarnya.
• Orang yang mencuri barang milik orang lain tanpa sepengetahu¬an pemiliknya, maka sanksinya cukup berat dan bersangkutan dikenakan sanksi hukuman, baik hukuman pidana penjara mau¬pun perdata (ganti rugi).
Kemudian norma tersebut dalam pergaulan hidup terdapat empat (4) kaedah atau norma, yaitu norma agama, kesusilaan, kesopanan dan hukum . Dalam pelaksanaannya, terbagi lagi menjadi norma-norma umum (non hukum) dan norma hukum, pemberlakuan norma-norma itu dalam aspek kehidupan dapat digolongkan ke dalam dua macam kaidah, sebagai berikut:
1. Aspek kehidupan pribadi (individual) meliputi:
• Kaidah kepercayaan untuk mencapai kesucian hidup pribadi atau kehidupan yang beriman.
• Kehidupan kesusilaan, nilai moral, dan etika yang tertuju pada kebaikan hidup pribadi demi tercapainya kesucian hati nu-rani yang berakhlak berbudi luhur (akhlakul kharimah).
2. Aspek kehidupan antar pribadi (bermasyarakat) meliputi:
• Kaidah atau norma-norma sopan-santun, tata krama dan etiketdalam pergaulan sehari-hari dalam bermasyarakat (pleasantliving together).
• Kaidah-kaidah hukum yang tertuju kepada terciptanya ke¬tertiban, kedamaian dan keadilan dalam kehidupan bersama atau bermasyarakat yang penuh dengan kepastian atau ketenteraman (peaceful living together).Sedangkan masalah norma non hukum adalah masalah yang cu¬kup penting dan selanjutnya akan dibahas secara lebih luas mengenai kode perilaku dan kode profesi Humas/PR, yaitu seperti nilai-nilai mo¬ral, etika, etis, etiket, tata krama dalam pergaulan sosial atau berma¬syarakat, sebagai nilai aturan yang telah disepakati bersama, dihormati, wajib dipatuhi dan ditaati.
Norma moral tersebut tidak akan dipakai untuk menilai seorang dokter ketika mengobati pasiennya, atau dosen dalam menyampaikan materi kuliah terhadap para mahasiswanya, melainkan untuk menilai bagaimana sebagai profesional tersebut menjalankan tugas dan ke¬wajibannya dengan baik sebagai manusia yang berbudi luhur, juiur, bermoral, penuh integritas dan bertanggung jawab.Terlepas dari mereka sebagai profesional tersebut jitu atau tidak dalam memberikan obat sebagai penyembuhnya, atau metodologi dan keterampilan dalam memberikan bahan kuliah dengan tepat. Dalam hal ini yang ditekankan adalah “sikap atau perilaku” mereka dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagai profesional yang diembannya untuk saling menghargai sesama atau kehidupan manusia.
Pada akhirnya nilai moral, etika, kode perilaku dan kode etik standard profesi adalah memberikan jalan, pedoman, tolok ukur dan acuan untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang akan dilakukan dalam berbagai situasi dan kondisi tertentu dalam mem¬berikan pelayanan profesi atau keahliannya masing-masing. Peng¬ambilan keputusan etis atau etik, merupakan aspek kompetensi dari perilaku moral sebagai seorang profesional yang telah memperhi¬tungkan konsekuensinya, secara matang baik-buruknya akibat yang ditimbulkan dari tindakannya itu secara obyektif, dan sekaligus me¬miliki tanggung jawab atau integritas yang tinggi. Kode etik profesi dibentuk dan disepakati oleh para profesional tersebut bukanlah di¬tujukan untuk melindungi kepentingan individual (subyektif), tetapi lebih ditekankan kepada kepentingan yang lebih luas (obyektif).
Etiket
Pengertian etiket dan etika sering dicampuradukkan, padahal ke¬dua istilah tersebut terdapat arti yang berbeda, walaupun ada per¬samaannya. Istilah etika sebagaimana dijelaskan sebelumnya adalah berkaitan dengan moral (mores), sedangkan kata etiket adalah ber¬kaitan dengan nilai sopan santun, tata krama dalam pergaulan formal. Persamaannya adalah mengenai perilaku manusia secara normatif yang etis. Artinya memberikan pedoman atau norma-norma tertentu yaitu bagaimana seharusnya seseorang itu melakukan perbuatan dan tidak melakukan sesuatu perbuatan.Istilah etiket berasal dari Etiquette (Perancis) yang berarti dari awal suatu kartu undangan yang biasanya dipergunakan semasa raja-raja di Perancis mengadakan pertemuan resmi, pesta dan resepsi un¬tuk kalangan para elite kerajaan atau bangsawan.
Dalam pertemuan tersebut telah ditentukan atau disepakati berbagai peraturan atau tata krama yang harus dipatuhi, seperti cara berpakaian (tata busana), cara duduk, cara bersalaman, cara berbicara, dan cara bertamu dengan si kap serta perilaku yang penuh sopan santun dalam pergaulan formal atau resmi.Definisi etiket, menurut para pakar ada beberapa pengertian, yaitu merupakan kumpulan tata cara dan sikap baik dalam pergaulan antar manusia yang beradab.
Pendapat lain mengatakan bahwa etiket adalah tata aturan sopan santun yang disetujui oleh masyarakat ter¬tentu dan menjadi norma serta panutan dalam bertingkah lake sebagai anggota masyarakat yang baik dan menyenangkan.Menurut K. Bertens, dalam buku berjudul Etika, 1994. yaitu selain ada persamaannya, dan juga ada empat perbedaan antara etika dan etiket, yaitu secara umum¬nya sebagai berikut:
1. Etika adalah niat, apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak sesuai pertimbangan niat baik atau buruk sebagai akibatnya. Etiket adalah menetapkan cara, untuk melakukan perbuatan be¬nar sesuai dengan yang diharapkan.
2. Etika adalah nurani (bathiniah), bagaimana harus bersikap etis dan baik yang sesungguhnya timbul dari kesadaran dirinya. Etiket adalah formalitas (lahiriah), tampak dari sikap luarnya pe¬nuh dengan sopan santun dan kebaikan.
3. Etika bersifat absolut, artinya tidak dapat ditawar-tawar lagi, kalau perbuatan baik mendapat pujian dan yang salah harus mendapat sanksi.Etiket bersifat relatif, yaitu yang dianggap tidak sopan dalam suatu kebudayaan daerah tertentu, tetapi belum tentu di tempat daerah lainnya.
4. Etika berlakunya, tidak tergantung pada ada atau tidaknya orang lain yang hadir.Etiket hanya berlaku, jika ada orang lain yang hadir, dan jika tidak ada orang lain maka etiket itu tidak berlaku.
CONTOH ETIKA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
1. Etika makan minum
Orang Muslim melihat makanan dan minuman itu sebagai sarana, dan bukan tujuan. Ia makan dan minum untuk menjaga kesehatan badannya karena dengan badan yang sehat, ia bisa beribadah kepada Allah Ta’ala dengan maksimal. Itulah ibadah yang menyebabkannya memperoleh kemuliaan, dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ia tidak makan minum karena makanan dan minuman, serta syahwat keduanya saja.
Oleh karena itu, jika ia tidak lapar ia tidak makan, dan jika ia tidak kehausan maka ia tidak minum. Rasulullah saw. bersabda, “Kami adalah kaum yang tidak makan kecuali kami lapar, dan jika kami makan maka kami tidak sampai kekenyangan.”
Etika Sebelum Makan
Etika sebelum makan adalah sebagai berikut :
1. Makanan dan minumannya halal, bersih dari kotoran-kotoran haram, dan syubhat.
2. Ia meniatkan makanan dan minumannya untuk menguatkan ibadahnya kepada Allah Ta’ala, agar ia diberi pahala karena apa yang ia makan, dan ia minum. Sesuatu yang mubah jika diniatkan dengan baik, maka berubah statusnya menjadi ketaatan dan seorang Muslim diberi pahala karenanya.
3. Ia mencuci kedua tangannya sebelum makan jika keduanya kotor, atau ia tidak dapat memastikan kebersihan keduanya.
4. Ia meletakkan makanannya menyatu di atas tanah, dan tidak di atas meja makan, karena cara tersebut lebih dekat kepada sikap tawadlu’, dan karena ucapan Anas bin Malik ra, “Rasulullah saw. pernah makan di atas meja makan atau di piring.” (Diriwayatkan Al-Bukhari).
5. Ia duduk dengan tawadlu dengan duduk berlutut, atau duduk di atas kedua tumitnya, atau menegakkan kaki kanannya dan ia duduk di atas kaki kirinya, seperti duduknya Rasulullah saw., karena Rasulullah saw. bersabda,“Aku tidak makan dalam keadaan bersandar, karena aku seorang budak yang makan seperti makannya budak, dan aku duduk seperti duduknya budak.” (Diriwayatkan Al-Bukhari).
6. Menerima makanan yang ada, dan tidak mencacatnya, jika ia tertarik kepadanya maka ia memakannya, dan jika ia tidak tertarik kepadanya maka ia tidak memakannya, karena Abu Hurairah ra berkata, “Rasulullah saw. tidak pernah sekali pun mencacat makanan, jika beliau tertarik kepadanya maka beliau memakannya, dan jika beliau tidak tertarik kepadanya maka beliau meninggalkannya.” (Diriwayatkan Abu Daud).
7. Ia makan bersama orang lain, misalnya dengan tamu, atau istri, atau anak, atau pembantu, karena Rasulullah saw. bersabda,“Berkumpullah kalian di makanan kalian niscaya kalian diberi keberkahan di dalamnya.” (Diriwayatkan Abu Daud dan At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya).
Etika ketika sedang Makan
Di antara etika sedang makan ialah sebagai berikut:
1. Memulai makan dengan mengucapkan basmalah, karena Rasulullah saw. bersabda,“Jika salah seorang dari kalian makan, maka sebutlah nama Allah Ta’ala. Jika ia lupa tidak menyebut nama Allah, maka hendaklah ia menyebut nama Allah Ta’ala pada awalnya dan hendaklah ia berkata, Dengan nama Allah, sejak awal hingga akhir.” (Diriwayatkan Abu Daud dan At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya).
2. Mengakhiri makan dengan memuji Allah Ta’ala, karena Rasulullah saw. bersabda,“Barangsiapa makan makanan, dan berkata, ‘Segala puji bagi Allah yang memberi makanan ini kepadaku, dan memberikannya kepadaku tanpa ada daya dan upaya dariku’, maka dosa-dosa masa lalunya diampuni.” (Muttafaq Alaih).
3. Ia makan dengan tiga jari tangan kanannya, mengecilkan suapan, mengunyah makanan dengan baik, makan dari makanan yang dekat dengannya (pinggir) dan tidak makan dari tengah piring, karena dalil-dalil berikut:
Rasulullah saw. bersabda kepada Umar bin Salamah,“Hai anak muda, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari makanan yang dekat denganmu (pinggir).” (Muttafaq Alaih).“Keberkahan itu turun di tengah makanan. Maka oleh karena itu, makanlah dari pinggir-pinggirnya, dan janqan makan dari tengahnya.” (Muttafaq Alaih).
4. Mengunyah makanan dengan baik, menjilat piring makanannya sebelum mengelapnya dengan kain, atau mencucinya dengan air, karena dalil-dalil berikut:
Rasulullah saw. bersabda,“Jika salah seorang dari kalian makan makanan, maka ia jangan membersihkan jari-jarinya sebelum ia menjilatnya.” (Diriwayatkan Abu Daud dan At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya).
Ucapan Jabir bin Abdullah ra bahwa Rasulullah saw. memerintahkan menjilat jari-jari dan piring. Beliau bersabda,
“Sesungguhnya kalian tidak mengetahui di makanan kalian yang mana keberkahan itu berada.” (Diriwayatkan Muslim).
5. Jika ada makanannya yang jatuh, ia mengambil dan memakannya, karena Rasulullah saw. bersabda,“Jika sesuap makanan kalian jatuh, hendaklah ia mengambilnya, membuang kotoran daripadanya, kemudian memakan sesuap makanan tersebut, serta tidak membiarkannya dimakan syetan.” (Diriwayatkan Muslim).
6. Tidak meniup makanan yang masih panas, memakannya ketika telah dingin, tidak bernafas di air ketika minum, dan bernafas di luar air hingga tiga kali, karena dalil-dalil berikut:
Hadits Anas bin Malik ra berkata, “Rasulullah saw. bernafas di luar tempat minum hingga tiga kali.” (Muttafaq Alaih).
Hadits Abu Said Al-Khudri ra, bahwa Rasulullah saw. melarang bernafas di minuman. (Diriwayatkan At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya).
Hadits lbnu Abbas ra bahwa Rasulullah saw. melarang bernafas di dalam minuman, atau meniup di dalamnya. (Diriwayatkan At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya).
7. Menghindari kenyang yang berlebih-lebihan, karena Rasulullah saw., bersabda,“Anak Adam tidak mengisi tempat yang lebih buruk daripada perutnya. Anak Adam itu sudah cukup dengan beberapa suap yang menguatkan tulang punggungnya. Jika ia tidak mau (tidak cukup), maka dengan seperti makanan, dan dengan seperti minuman, dan sepertiga yang lain untuk dirinya.” (Diriwayatkan Ahmad, Ibnu Majah, dan Al-Hakim. Hadits ini hasan).
8. Memberikan makanan atau minuman kepada orang yang paling tua, kemudian memutarnya kepada orang-orang yang berada di sebelah kanannya dan seterusnya, dan ia menjadi orang yang terakhir kali mendapatkan jatah minuman, karena dalil-dalil berikut:
Sabda Rasulullah saw.,“Mulai dengan orang tua. Mulailah dengan orang tua.”
Maksudnya, mulailah dengan orang-orang tua.Rasulullah saw. meminta izin kepada Ibnu Abbas untuk memberi makanan kepada orang-orang tua di sebelah kiri beliau, sebab Ibnu Abbas berada di sebelah kanan beliau, sedang orang-orang tua berada di sebelah kiri beliau. Permintaan izin Rasulullah saw. kepada Ibnu Abbas untuk memberikan makanan kepada orang-orang tua di sebelah kiri beliau itu menunjukkan bahwa orang yang paling berhak terhadap minuman ialah orang yang duduk di sebelah kanan.
Sabda Rasulullah saw.,“Sebelah kanan, kemudian sebelah kanan.” (Muttafaq Alaih).“Pemberi minuman ialah orang yang paling akhir meminum.”
9. Ia tidak memulai makan, atau minum, sedang di ruang pertemuannya terdapat orang yang lebih berhak memulainya, karena usia atau karena kelebihan kedudukannya, karena hal tersebut melanggar etika, dan menyebabkan pelakunya dicap rakus. Salah seorang penyair berkata,Jika tangan-tangan dijulurkan kepada perbekalan,Maka aku tidak buru-buru mendahului mereka,sebab orang yang paling rakus ialah orang yang paling buru-buru terhadap makanan.
10. Tidak memaksa teman atau tamunya dengan berkata kepadanya, ‘silakan makan’, namun ia harus makan dengan etis (santun) sesuai dengan kebutuhannya tanpa merasa malu-malu, atau memaksa diri malu-malu, sebab hal tersebut menyusahkan teman atau tamunya, dan termasuk riya’, padahal riya’ itu diharamkan.
11. Ramah terhadap temannya ketika makan bersama dengan tidak makan lebih banyak dari porsi temannya, apalagi jika makanan tidak banyak, karena makan banyak dalam kondisi seperti itu termasuk memakan hak (jatah) orang lain.
12. Tidak melihat teman-temannya ketika sedang makan, dan tidak melirik mereka, karena itu bisa membuat malu kepadanya. Ia harus menahan pandangannya terhadap wanita yang makan di sekitarnya, dan tidak mencuri-curi pandangan terhadap mereka, karena hal tersebut menyakiti mereka membuat mereka marah dan ia pun mendapat dosa karena perbuatannya tersebut.
13. Tidak mengerjakan perbuatan-perbuatan yang dipandang tidak sopan oleh masyarakat setempat. Misalnya, ia tidak boleh mengibaskan tangannya di piring, tidak mendekatkan kepalanya ke piring ketika makan agar tidak ada sesuatu yang jatuh dari kepalanya ke piringnya, ketika mengambil roti dengan giginya ia tidak boleh mencelupkan sisanya di dalam piring, dan tidak boleh berkata jorok, sebab hal ini mengganggu salah satu temannya, dan mengganggu seorang Muslim itu haram hukumnya.
14. Jika ia makan bersama orang-orang miskin, ia harus mendahulukan orang miskin tersebut. Jika ia makan bersama saudara-saudaranya, ia tidak ada salahnya bercanda dengan mereka dalam batas-batas yang diperbolehkan. Jika ia makan bersama orang yang berkedudukan, maka ia harus santun, dan hormat terhadap mereka.
Etika Setelah Makan
Di antara etika setelah makan ialah sebagai berikut:
1. Ia berhenti makan sebelum kenyang, karena meniru Rasulullah saw. agar ia tidak jatuh dalam kebinasaan, dan kegemukan yang menghilangkan kecerdasannya.
2. Ia menjilat tangannya, kemudian mengelapnya, atau mencucinya. Namun mencucinya lebih baik.
3. Ia mengambil makanan yang jatuh ketika ia makan, karena ada anjuran terhadap hal tersebut, dan karena itu adalah bagian dari syukur atas nikmat.
4. Membersihkan sisa-sisa makanan di gigi-giginya, dan berkumur untuk membersihkan mulutnya, karena dengan mulutnya itulah ia berdzikir kepada Allah Ta’ala, berbicara dengan saudara-saudaranya, dan karena kebersihan mulut itu memperpanjang kesehatan gigi.
5. Memuji Allah Ta’ala setelab ia makan, dan minum. Ketika ia minum susu, ia berkata, “Ya Allah, berkahilah apa yang Engkau berikan kepada kami, dan tambahilah rizki-Mu (kepada kami)”. Jika berbuka puasa di tempat orang, ia berkata, “Orang-orang yang mengerjakan puasa berbuka puasa di tempat kalian, orang-orang yang baik memakan makanan kalian, dan semoga para malaikat mendoakan kalian.”
2. Etika Bertamu dan Menerima Tamu
Etika Bertamu
1. Meminta izin.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.
Jika kamu tidak menemui seorangpun didalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu: "Kembali (saja)lah, maka hendaklah kamu kembali. Itu bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (An-Nur 27-28)
2. Minta Izin Maksimal Tiga Kali
Dari Abu Sa’id Al-Khudri ia berkata, Abu Musa telah meminta izin tiga kali kepada Umar untuk memasuki rumahnya, tetapi tidak ada yang menjawab, lalu dia pergi, maka sahabat Umar menemuinya dan bertanya, "Mengapa kamu kembali?" Dia menjawab, "Saya mendengar Rasulullah bersabda, Barangsiapa meminta izin tiga kali, lalu tidak ada jawaban, maka hendaklah kembali. (Shahih HR. Ahmad)
3. Tidak Menghadap Ke Arah Pintu Masuk, Namun Disisi Kanan atau Kirinya
Dari Abdullah bin Bisyer ia berkata, Adalah Rasulullah apabila mendatangi pintu suatu kaum, beliau tidak menghadapkan wajahnya ke depan pintu, tetapi berada di sebelah kanan atau kirinya dan mengucapkan "Assalamu ‘alaikum … assalamu'alaikum …" (Shahih HR. Abu Dawud)
4. Jika Ditanya Hendaknya Menyebut Nama Yang Jelas
Saya datang kepada Rasulullah untuk membayar hutang ayahku. Lalu aku mengetuk pintu rumahnya. Lalu beliau bertanya, "Siapa itu?" Lalu aku menjawab, "Saya." Nabi berkata, "Saya?… Saya? … seakan-akan beliau tidak menyukainya. (HR. Bukhari)
5. Dilarang Mengintai Ke Dalam Bilik
Dari Anas bin Malik, sesungguhnya ada seorang laki-laki mengintip sebagian kamar Nabi, lalu Nabi berdiri menuju kepadanya dengan membawa anak panah yang lebar atau beberapa anak panah yang lebar, dan seakan-akan aku melihat beliau menanti peluang untuk menusuk orang itu. (HR. Bukhari)
6. Bila Diminta Pulang, Hendaknya Pulang
Dan jika dikatakan kepadamu: "Kembali (saja)lah, maka hendaklah kamu kembali. Itu bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (lihat ayat diatas)
7. Menyempaikan Salam Kepada Shohibul Bait Bila Telah Berjumpa.
Hadits dari Abu Hurairoh bahwasanya ia berkata, Rasulullah bersabda, "Hak orang muslim kepada muslim yang lain ada enam perkara." Beliau ditanya "Apa itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Jika kamu menjumpainya, hendaknya engkau menyampaikan salam kepadanya..." (HR. Muslim)
8. Tidak Masuk Bila Yang Mengizinkan Wanita
Seorang tamu pria hendaknya tidak masuk rumah apabila yang mempersilahkan masuk adalah seorang wanita. Kecuali wanita tersebut telah diizinkan oleh suaminya atau mahromnya.
Amr berkata, Rasulullah melarang kami meminta izin untuk menemui wanita tanpa mendapat izin suaminya. (Shahih HR. Ahmad)
Dari Amr bin Al-Ash dia berkata, Sesungguhnya Rasulullah melarang kami masuk di rumah wanita yang tidak ada mahromnya. (Shahih HR. Ahmad)
9. Menundukkan Pandangan Jika Apabila Melihat Wanita (lawan jenis)
Katakanlah kepada kaum laki-laki beriman, hendaklah mereka menundukkan sebagian pandangannya dan menjaga farjinya. Yang demikian itu lebih bersih untuk mereka. Sesungguhnya Allah itu Maha waspada dengan apa yang mereka kerjakan. (An-Nur: 30)
10. Mendoakan Shohibul Bait
Dari Hisyam bin Yusuf, dia berkata, Saya mendengar Abdullah bin Bisyr menceritakan bahwa ayahnya pernah membuat makanan untuk Nabi, lalu dia mengundangnya, lalu beliau mendatangi undangannya. Maka tatkala selesai makan, beliau berdoa, Ya Allah, ampunilah dosanya dan rohmatilah dia dan berkahilah rizki yang engkau berikan kepadanya. (HR. Muslim dan Ahmad)
11. Tidak Menceritakan Aibnya Kepada Orang Lain
Abu Hurairoh, dia berkata, Sesungguhnya Rasulullah bersabda, "Tahukah kamu apa ghibah itu?" Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu." Lalu beliau bersabda, "Ghibah adalah engkau menyebutkan saudaramu (kepada orang lain) dengan sesuatu yang ia benci." Lalu dikatakan kepadanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu bila aib yang kuceritakan itu memang benar?" Beliau menjawab, "Jika apa yang kamu ceritakan itu benar, berarti kemu meng-ghibah-nya. Jika tidak, berarti engkau berbuat dusta." (HR. Muslim)
Etika Menerima Tamu
1. Menjawab Salam
Dari Abu Hurairoh berkata: Saya mendengar Rosulullah bersabda: "Hak orang muslim terhadap muslim lainnya ada lima; Menjawab salam…" (HR. Bukhari)
2. Boleh Menanyakan Siapa Namanya
3. Boleh Menolak Tamu
4. Boleh Saling Berpelukan dan Berjabat Tangan
Dari Sya'bi dengan sanadnya: "Sesungguhnya sahabat Nabi apabila mereka bertemu, mereka saling berjabat tangan dan bila datang dari bepergian mereka berpeluk-pelukan. Dari Abu Ja’far dia berkata: Ketika aku datang menghadap Rosulullah dari Najasi beliau menjumpaiku lalu memelukku.
Dari Ummu Darda’ dia berkata: Ketika Salman tiba, dia bertanya "Dimana saudaraku?" Lalu aku menjawab: "Dia di masjid", lalu dia menuju ke masjid dan setelah melihatnya, dia memeluknya, sedangkan sahabat yang lain saling berpeluk-pelukan pula. (Syarh Ma'anil Atsar:4/281.)
5 Tidak Memasukkan Tamu Lain Jenis
Dari Ibnu Abbas dari Nabi beliau bersabda: "Janganlah seorang laki-laki menyepi dengan seorang perempuan kecuali ada mahromnya, lalu ada seorang laki-laki berdiri seraya bertanya: "Wahai Rosulullah, istriku akan menjalankan haji, sedangkan aku telah mewajibkan diriku untuk mengikuti perang ini dan ini?" Beliau berkata: "Kembalilah dan berangkatlah haji bersama istrimu ". (HR. Bukhori)
6. Menyambut Tamu Dengan Gembira
Hendaknya shohibul bait menyambut tamunya dengan penuh gembira, wajah berseri-seri sekalipun hati kurang berkenan karena melihat sikap atau akhlaknya yang jelek.
Dari Aisyah ia berkata: "Sesungguhnya ada seorang yang mints izin kepada Nabi. Ketika Nabi melihatnya sebelum dia masuk, beliau berkata: "Dialah saudara golongan terjelek, dialah anak golongan terjelek" Kemudian setelah dia duduk, Nabi berseri-seri wajahnya, dan mempersilakan padanya. Setelah lakilaki itu pergi, Aisyah berkata kepada Rosulullah: "Wahai Rosulullah ketika engkau lihat laki-laki itu tadi, engkau berkata begini dan begitu, kemudian wajahmu berseri-seri dan engkau mempersilakan padanya?" Maka Rosulullah bersabda: "Wahai Aisyah, kapan engkau tahu aku mengucap kotor? Sesungguhnya sejelek-jelek manusia di sisi Allah pada hari Qiamat adalah orang yang ditinggalkan manusia karena takut akan kejelekannya ". (HR. Bukhari)
7. Menjamu Tamu Sesuai Kemampua
Dari Abu Hurairoh, sesungguhnya ada seorang laki-laki bertamu kepada Nabi, lalu beliau menyuruh utusan untuk meminta makanan kepada istrinya. Sang istri berkata: "Kita tidak mentpunyai apa-apa kecuali air". Lalu Rosulullah bertanya kepada sahabatnya: "Siapa yang bersedia menjamu dan menanggung tamu ini?" Ada salah seorang sahabatAl-Anshor berkata: "Saya sanggup wahai Nabi." Maka dibawalah tamu tersebut ke rumah istrinya, lalu sahabat itu berkata kepada istrinya: "Jamulah tamu Rosulullah ini". Istrinya menjawab: "Kita tidak punya apa-apa kecuali makanan untuk anak-anak kita yang masih kecil ini". Sahabat itu berkata: "Siapkan makananmu itu sekarang. Nyalakan lampu, tidurkan anakmu bila dia ingin makan malam ". Sang istri itu mentaati suaminya, lalu dia menyiapkan makanan untuk tamunya, menyalakan lampu dan menidurkan anaknya. Lalu sang istri berdiri seolah-olah hendak memperbaiki lampu lalu mentadamkannya, maksudnya untuk meyakinkan tamunya seolah-olah keduanya ikut makan, lalu semalaman suanti istri tidur dengan menahan lapar. Maka pada pagi hari dia pergi menuju ke nunah Rosulullah. Lalu Rosulullah bersabda: "Tadi malam Allah tertawa, atau heran (takjub) dengan perbuatan kamu berdua ", maka turunlah ayat: Dan mereka (yaitu sahabat. Al-Anshor) mengutamakan kepentingan (sahabat muhajirin daripada kepentingan dirinya sendiri), sekalipun mereka dalam keadaan sangat membuutuhkan, dan barangsiapa yang dijaga dari kebakhilan maka mereka itulah orang yang beruntung. (Al-Hasyr:9).
3. Etika Berbicara
Berbicara adalah kebutuhan kita sebagai manusia. Berbicara merupakan salah satu cara yang efektif bagi kita untuk berkomunikasi. Dengan berbicara kita bisa menyampaikan maksud dan tujuan serta buah pikiran kita dengan cepat.
Namun alangkah bijaksananya jika kita memperhatikan cara berbicara maupun isi dan materi yang kita bicarakan. Jangan sampai ungkapan “banyak bicara banyak berdosa” sampai menjangkiti kita. Maksud kita hendak mengkomunikasikan sesuatu malah menjadi ajang memperpanjang daftar dosa. Semoga kita terhindar dari hal yang demikian.
Ada banyak etika, adab dan sopan santun dalam berbicara yang diketahui dan dianut oleh masyarakat. Salah satu acuan yang dapat kita pedomani adalah adab berbicara di Minang Kabau Sumatera Barat yang dikenal dengan “Kato nan Ampek” yaitu adab berbicara dibedakan atas empat (ampek) jenis audience atau lawan komunikasi kita, sebagai berikut:
1.Kato Mandaki
Kata dan adab yang digunakan bila kita berkomunikasi dengan orang yang lebih tua atau dituakan dan lebih dihormati karena jabatan dan kedudukannya.
2.Kato Mandata
Kata dan adab yang digunakan bila kita berkomunikasi dengan teman sebaya atau rekan kerja.
3.Kato Malereng
Kata dan adab yang digunakan bila kita berkomunikasi dengan orang yang memiliki hubungan kekerabatan dengan kita dan keluarga seperti ipar, besan, sumando, mamak rumah.
4.Kato Manurun
Kata dan adab yang digunakan bila kita berkomunikasi dengan orang yang lebih muda ataupun kepada bawahan.
Selain adab dan pemilihan kata dalam berkomunikasi, perhatikan juga materi atau isi pembicaraan kita. Berikut ini ada beberapa materi yang suka dijadikan topik dalam pembicaraan dan dikhawatirkan dapat menjerumuskan kita pada pembicaraan yang berpotensi dosa, seperti:
• Membicarakan kelebihan diri sendiri
Pembicaraan jenis ini disatu sisi diyakini bisa meningkatkan rasa percaya diri/self esteem. Dan baik juga untuk meningkatkan citra positif yang bisa memacu semangat dalam beraktifitas. Namun harus diwaspadai jika pembicaraan ini terlalu berlebihan bisa menimbulkan kesombongan.
• Membicarakan kekurangan diri sendiri
Pembicaraan jenis ini berguna untuk introspeksi diri sehingga dengan menyadari kekurangan kita bisa mengupayakan perbaikan diri untuk meningkatkan kualitas hidup selanjutnya. Namun jika berlebihan dan sampai pada penyesalan-penyesalan yang keterlaluan apalagi meratapi nasib akan berakibat buruk terhadap tingkat percaya diri yang bisa membuat kehilangan semagat hidup.
• Membicarakan kelebihan orang lain
Kelebihan orang lain dapat memotivasi kita untuk berbuat hal yang sama jika kita dan lingkungan menganggapnya sebagai sesuatu yang baik dan layak ditiru. Tapi jika terlalu berlebihan dan sampai mengidolakan apalagi sampai mengkultuskan seseorang akan berakibat tidak sehat untuk jiwa.
• Membicarakan kekurangan orang lain
Topik ini merupakan yang paling senang dibicarakan orang dimana. Infotainment yang memuat berbagai skandal dan kebobrokan moral sangat digemari dan mempunyai rating yang tinggi. Pembicaraan ini yang lebih populer disebut gosip, gunjing atau ghibah sering menjadi topik sehari-hari dan sebagian dari kita sangat senang dan bahkan menikmati pembicaraan ini. Alangkah bijaksananya jika kita menyikapi fenomena ini sebagai ajang introspeksi bukannya malah menu utama untuk dijadikan pembicaraan hangat setiap harinya.
Banyak sekali pepatah dan ungkapan bijak yang mengingatkan kita untuk lebih berhati-hati dalam bertutur kata agar kita tidak terlibat dalam pembicaraan yang mengandung dosa. Jika tidak terlalu penting “Silent is Gold” sangat bijak diterapkan. Ataupun kalau harus ada kata-kata yang hendak disampaikan pilihlah kata-kata yang tepat, jangan sampai menyakiti perasaan orang lain yang mendengarnya karena “Kata-kata bisa lebih tajam dari pedang”
Komunikasikanlah sesuatu dengan kata-kata yang tepat dan dengan cara yang baik jangan sampai menjadi bumerang bagi diri sendiri sebagaimana ungkapan “Mulutmu harimaumu akan menerkam kepalamu”. Apalagi kalau kata-kata yang diucapkan merupakan ucapan yang tidak benar atau berupa kebohongan dan sampai menimbulkan fitnah karena “Fitnah lebih kejam dari pembunuhan”. Alangkah besar dampak suatu kebohongan yang dituduhkan pada orang lain bahkan lebih buruk dari menghilangkan nyawa sekalipun. Jadi, walau “lidah tak bertulang” tapi pengaruhnya sangat besar pada keharmonisan hubungan antar sesama manusia. Jagalah lisan, perhatikan etika ketika berbicara, semoga kita semua menjadi lebih bijaksana karenanya.
ETIKA DI KALANGAN MASYARAKAT MULAI HILANG
Dewasa ini kita merasakan turunnya kualitas etika di dalam masyarakat. Bahkan dalam dunia pendidikan degradasi ini pun muncul. Guru tidak memberi teladan untuk menghormati murid sebagai kaum muda dan sebaliknya murid juga tidak menaruh hormat kepada guru sebagai perwakilan generasi tua. Di zaman yang menjunjung
tinggi kebebasan ini etika menjadi penjara bagi manusia untuk menunjukkan keberadaannya.
Sesuai pengertiannya, etika berarti mempelajari nilai atau kualitas mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup penerapan seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggungjawab. Dari pengertian diatas jelaslah bahwa etika merupakan penilaian moral yang mencakup nilai benar, salah, baik, buruk dan tanggung jawab. Dan nilai-nilai diatas telah pudar dalam masyarakat dewasa ini.
Pengertian di atas juga menegaskan bahwa etika timbul dari kebiasaan, bila masyarakat enggan melakukan kebiasaan benar, baik dan bertanggung jawab maka etika yang baik yang telah terbentuk akan sedikit demi sedikit tergerus dan inilah yang terjadi pada bangsa ini. nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan tanggung jawab tidak dijadikan sebagai kebiasaan mengakibatkan penurunan etika. Suap, korupsi, penghinaan, adalah akibat masyarakat tak beretika.
Untuk mengembalikan bangsa ini menjadi bangsa yang beretika baik mari kita mulai dari diri kita sendiri untuk melakukan kebiasaan yang benar, baik dan bertanggungjawab. Salah satunya berhenti di belakang marka jalan, dengan melakukan hal itu kita telah melakukan etika yang baik yaitu memberi kesempatan kepada pejalan kaki untuk menyeberang, memberi kesempatan kepada kendaraan lain untuk menye-berang/melintas.dan mencegah terjadinya suap, korupsi dan penghinaan terhadap pejabat negara yang menjadi simbol negara.
Pengertian di atas juga menegaskan bahwa etika timbul dari kebia- saan, bila masyarakat enggan melakukan kebiasaan benar, baik dan bertanggung jawab maka etika yang baik yang telah terbentuk akan sedikit demi sedikit tergerus dan inilah yang terjadi pada bangsa ini. Salah satunya berhenti di belakang marka jalan, dengan melakukan hal itu kita telah melakukan etika yang baik yaitu memberi kesempatan kepada pejalan kaki untuk menyeberang, memberi kesempatan kepada kendaraan lain untuk menye-berang/melintas.dan mencegah terjadinya suap, korupsi dan penghinaan terhadap pejabat negara yang menjadi simbol negara.
DAFTAR PUSTAKA
http://acelbrasilia.blogspot.com/2010/04/macam-etika.html
http://asyilla.wordpress.com/2007/06/30/pengertian-etika/
http://etikaprofesidanprotokoler.blogspot.com/2008/03/macam-etika.html
http://www.infofisioterapi.com/macam-macam-etika.html
http://www.infofisioterapi.com/tag/etika
http://massofa.wordpress.com/2008/11/17/pengertian-etika-moral-dan-etiket/
http://endriyani.student.umm.ac.id/2010/02/05/pengertian-etika/
http://bataviase.co.id/node/102893
http://duniamakanan.com/etika-makan-table-manners.html
http://forum.detik.com/showthread.php?t=34978
www.alislamu.com
http://rinyyunita.wordpress.com/2008/04/09/etika-berbicara/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar